Posted by DKT Tokoh & Sejarah on Saturday, September 20, 2014
Raden Patah adalah putra Brawijaya
raja terakhir Majapahit dari seorang selir Cina. Karena Ratu Dwarawati
sang permaisuri yang berasal dari Campa merasa cemburu, Brawijaya
terpaksa memberikan selir Cina kepada putra sulungnya, yaitu Arya Damar
bupati Palembang. Tapi pada saat itu selir Cina sedang hamil, Setelah
melahirkan Raden Patah, putri Cina dinikahi Arya Damar, melahirkan Raden
Kusen. Nama asli Raden Patah adalah Jin Bun.
Arya Dilah adalah nama lain Arya Damar, ayah angkat Raden Patah
sendiri. Nama asli selir Cina adalah Siu Ban Ci, putri Tan Go Hwat dan
Siu Te Yo dari Gresik. Tan Go Hwat merupakan seorang saudagar dan juga
ulama bergelar Syaikh Bantong.
Raden Patah Mendirikan Demak
Babad Tanah Jawi menyebutkan, Raden Patah menolak menggantikan Arya
Damar menjadi bupati Palembang. Ia kabur ke pulau Jawa ditemani Raden
Kusen. Sesampainya di Jawa, keduanya berguru pada Sunan Ampel di
Surabaya. Raden Kusen kemudian mengabdi ke Majapahit, sedangkan Raden
Patah pindah ke Jawa Tengah membuka hutan Glagahwangi menjadi sebuah
pesantren. Makin lama Pesantren Glagahwangi semakin maju. Brawijaya di
Majapahit khawatir kalau Raden Patah berniat memberontak. Raden Kusen
yang kala itu sudah diangkat menjadi Adipati Terung diperintah untuk
memanggil Raden Patah.
Raden Kusen menghadapkan Raden Patah ke Majapahit. Brawijaya merasa
terkesan dan akhirnya mau mengakui Raden Patah sebagai putranya. Raden
Patah pun diangkat sebagai bupati, sedangkan Glagahwangi diganti nama
menjadi Demak, dengan ibu kota bernama Bintara. Nama Demak sendiri
diambil dari bahasa Jawa yaitu “Demek” yang artinya tanah becek, karena
pada saat itu Glagah Wangi dibangun diatas tanah yang becek atau berair.
Perang Demak dan Majapahit
Perang antara Demak dan Majapahit diberitakan dalam naskah Babad Tanah
Jawi. Dikisahkan, Sunan Ampel melarang Raden Patah memberontak pada
Majapahit karena meskipun berbeda agama, Brawijaya tetaplah ayah Raden
Patah. Namun sepeninggal Sunan Ampel, Raden Patah tetap menyerang
Majapahit. Brawijaya moksa dalam serangan itu. Untuk menetralisasi
pengaruh agama lama, Sunan Giri menduduki takhta Majapahit selama 40
hari. Apakah Raden Patah pernah menyerang Majapahit atau tidak, yang
jelas ia adalah raja pertama Kesultanan Demak. Menurut Babad Tanah Jawi,
ia bergelar Senapati Jimbun Ningrat Ngabdurahman Panembahan Palembang
Sayidin Panatagama/ Sultan Syah Alam Akbar/ Sultan Surya Alam. Nama
Patah sendiri berasal dari kata al-Fatah, yang artinya
"Sang Pembuka",
karena ia memang pembuka kerajaan Islam pertama di pulau Jawa.
Pada tahun 1479 ia meresmikan Masjid Agung Demak sebagi pusat
pemerintahan. Ia juga memperkenalkan pemakaian Salokantara sebagai kitab
undang-undang kerajaan. Kepada umat beragama lain, sikap Raden Patah
sangat toleran. Kuil Sam Po Kong di Semarang tidak dipaksa kembali
menjadi masjid, sebagaimana dulu saat didirikan oleh Laksamana Cheng Ho
yang beragama Islam.
Raden Patah juga tidak mau memerangi umat Hindu dan Buddha sebagaimana
wasiat Sunan Ampel, gurunya. Meskipun naskah babad dan serat
memberitakan ia menyerang Majapahit, hal itu dilatarbelakangi persaingan
politik memperebutkan kekuasaan pulau Jawa, bukan karena sentimen
agama. Lagi pula, naskah babad dan serat juga memberitakan kalau pihak
Majapahit lebih dulu menyerang Giri Kedaton, sekutu Demak di Gresik.
Keturunan Raden Patah
Menurut naskah babad tanah Jawa, Raden Patah memiliki tiga orang istri.
Yang pertama adalah putri Sunan Ampel, menjadi permaisuri utama,
melahirkan Raden Surya dan Raden Trenggana, yang masing-masing secara
berurutan kemudian naik takhta, bergelar Pangeran Sabrang Lor dan Sultan
Trenggana. Istri yang kedua seorang putri dari Randu Sanga, melahirkan
Raden Kanduruwan. Raden Kanduruwan ini pada pemerintahan Sultan
Trenggana berjasa menaklukkan Sumenep. Istri yang ketiga adalah putri
bupati Jipang, melahirkan Raden Kikin dan Ratu Mas Nyawa. Ketika Raden
Patah meninggal, Raden Kikin dan Raden Trenggana bersaing memperebutkan
takhta. Raden Kikin akhirnya mati dibunuh putra sulung Raden Trenggana
yang bernama Raden Mukmin alias Sunan Prawata, di tepi sungai. Oleh
karena itu, Raden Kikin pun dijuluki Pangeran Sekar Seda ing Lepen,
artinya bunga yang gugur di sungai.